Berita Lennus, Jakarta – Aksi unjuk rasa bergelombang dari Mahasiswa, hingga Rakyat, yang datang dari berbagai Kota mulai mewarnai headline media, baik mainstream maupun anti mainstream. Di pekan kedua, bulan April 2022.
Saat sampai pada kawasan Bundaran Patung Juda Jakarta, sekelompok masa menyarankan tutuan yang di barengi dengan semangat masa unjuk rasa. “Hidup mahasiswa…!” Triak seorang orator. Yang kemudian disambut oleh suara lantang peserta aksi “hidup…!” Sambil mengepalkan tangan kiri, lalu mengangkat keatas yang diartikan sebagai simbol perlawanan terhadap kebijakan pemerintah yang dinilai tidak memihak pada rakyat.
Mengikuti kegiatan tersebut, tak lantas membuat Yudi mengabaikan kesempatan menyampaikan orasi, mahasiswa yang yang sebelumnya menjabat sebagai ketua bidang Hikmah, Politik Dan Kebijakan Publik di Komisariat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) di ITB Ahmad Dahlan, Kampus Karawaci itu turut larut dalam aksi tersebut, orator yang tak henti-hentinya membakar semangat masa aksi yang mengikuti kegiatan unjuk rasa.
Saat ia merapat ke barisan massa unjuk rasa paling depan, Yudi langsung di sambut kawanya yang selanjutnya memberikan megaphone (pengeras suara) untuk kemudian Ia menyampaikan orasi, tanpa berfikir dua kali Ia langsung berdiri menghadap masa dan segera melantangkan suara. “Sambut salam saya…! Salam perjuangannya mahasiswa Hidup Mahasiswa…!” Teriaknya saat orasi. Lalu kemudian ia membuka orasi dengan mengatakan “untuk kaum yang kita perjuangkan, Hidup Rakyat Indonesia…!” Sambil mengepalkan tangannya kirinya.
Dalam penyampaian orasi Yudi menegaskan, bahwa mahasiswa yang datang pada sore hari itu tidak sekedar berkumpul lalau hanya teriak-teriak, tetapi Yudi juga menyampaikan tujuan para mahasiswa datang melakukan aksi unjuk rasa. “Temen-temen yang datang dari kota Tangerang dan ditanya apakah dengan demo dapat merubah keadaan? Dengan lantang kita katakan bahwa ini merupakan bukti kepada siapa mahasiswa berpihak, dan apa tujuan mahasiswa menyuarakan keresahan” ucap pemilik nama lengkap Yudi Purwanto.
Mencermati apa yang terjadi pada saat aksi unjuk rasa, tidak menutup kemungkinan akan dijadikan kesempatan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab, tragedi Ade Armando, tragedi terbakarnya halte busway Sarinah pada 2019, dan sederet peristiwa lainnya, itu diluar prediksi Mahasiswa.
“Sebelum demo itu ada diskusi terkait permasalahan yang terjadi, yang selanjutnya di kaji oleh mahasiswa atau memalui organisasi kemahasiswaan, bahkan ada yang di angkat ke dalam acara Dialog Kebangasan, jika tidak dapat menemui jalan keluar, maka perwakilan mahasiswa mahasiswa akan melayangkan surat kepada pemerintah serta poin tuntutan untuk kemudian di adakan diskusi terbuka” ungkap Yudi saat di temui di kampus.
Lebih lanjut jika dinilai tak menemui penyelesaian, maka selanjutnya mahasiswa melakukan konsolidasi beserta teknik lapangan (teklap) agar aksi dan penyampaian tuntutan saat aksi unjuk rasa tidak di manfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. “Jadi demo itu adalah cara terakhir yang di tempuh oleh mahasiswa untuk menyampaikan tuntutan secara langsung, bukan untuk anarki dan membuat kerusuhan tidak dibenarkan itu” pungkasnya. (Yudi Purwanto)